Pages

Sabtu, 22 Maret 2014

Terima Kasih Telah Merusak Hariku

Akhirnya, tiba juga hari ini. Hari yang selalu aku tunggu-tunggu setiap harinya. Iya, ini hari ulang tahun aku.

Malem tadi ucapan mulai berdatangan, pagi-pagi begitu buka handphone juga banyak sms yang ngucapin. Seneng banget. Tapi yang ditunggu-tunggu buat ngucapin kemana? Kayaknya dia gak inget sama sekali. Perasaan.. Di hari ulang tahun kamu 3 bulan yang lalu, begitu waktu menunjukan pukul 00.00 aku langsung kirim ucapan dengan segala do'a buat kamu. Yaa meskipun tanggapan kamu datar, tapi aku lumayan puas bisa jadi pengucap yang pertama. Setidaknya, bisa nunjukin kalau kamu itu orang yang berharga buat aku.

Banyak kegiatan yang udah aku rencanain hari ini. Ingin main, pergi kemana pun itu, sama kamu. Aku udah bilang dari seminggu yang lalu kan? Aku bilang “Sabtu depan temenin aku main”, karena aku tau kamu selalu bilang sibuk kalau aku hubungin pas udah mau hari-H. Saat itu kamu gak ngejanjiin, tapi H-2 kemaren kamu udah bilang bisa. Meskipun saat itu kamu tiba-tiba bilang “Kamu ulang tahun Sabtu? Aku gak bisa, ada acara.” Asli, kecewa banget. Tapi setelah ngobrol panjang lebar akhirnya kita sepakat untuk main Sabtu pagi.

Dan pagi ini.. Meskipun cape banget setelah kemaren ada acara sampe larut malem, tapi aku tetep nyempetin buat bangun pagi karena udah ada janji sama kamu. Mana mungkin aku ngerusak agenda yang udah aku persiapin mateng-mateng? Dan aku selalu yakin kamu juga bakal dateng meskipun H-1 kamu gak ada kabar sama sekali.

09.00 – Kamu belum dateng juga. Aku maklumin, mungkin emang belum bangun. Padahal kemaren udah di sms jam 8 udah jemput ke rumah.
10.00 – Tetep belum dateng juga. Mulai gelisah. Sms gak dibales, telepon gak diangkat.
11.00 – Kamu bilang gak bisa dateng. Kecewa banget. Lalu nangis.

Segitu gak pentingnya aku buat kamu? Seingatku, waktu kamu ulang tahun aku ngebela-belain dateng ke rumah kamu pulang kuliah, bawa kado buat kamu. Kado yang aku cari di tengah cuaca yang buruk, kado yang aku bungkus di tengah kesibukan aku ngerjain semua tugas kuliah. Tapi demi kamu, aku tetep luangin waktu. Apa ini balesan dari semuanya? Bukannya aku perhitungan, tapi aku gak nyangka kamu bisa setega itu. Terima kasih telah merusak hariku.

Selasa, 11 Maret 2014

Boleh Ngeluh Dikit?

Boleh ngeluh dikit? Sebenernya gue cape sama rutinitas yang ngeharusin gue ngabisin sebagian besar dari waktu yang gue punya di luar. Waktu istirahat tiap harinya cuma kurang dari 8 jam. Emang harusnya gak boleh ngeluh kayak gini, tapi cerita dikit boleh kan? Oke, emang udah lama rutinitas kayak gini gue lakuin. Meskipun sekarang udah berganti rutinitas, tapi tetep aja tiap hari harus pergi pagi pulang malem. Ya, mungkin ini resiko jadi anak Teknik. Kadang gue miris, ketika orang lain asyik dengan kimia, fisika, biologi, dll, dan gue sama sekali bingung apa yang harus gue kerjain. Gue yakin, tanpa gue tau apa itu denaturasi protein, suatu saat gue pasti bisa hidup baik-baik aja. Gue selalu mikir, kalau misalkan disibukin dengan rutinitas yang gue suka, pasti bakal gue nikmatin banget. Lah ini? Tapi yaudahlah, syukuri..

Boleh ngeluh dikit? Sebenernya gue cape harus terus-terusan di dopping sama yang namanya vitamin. Tiap hari harus makan vitamin, kalau ngga pasti gampang tepar. Kenapa selemah ini sih? Tapi ini masih mending.. Gue masih inget, semester-semester kemaren gue sering bolak-balik klinik, sakit inilah, sakit itulah. Sampe-sampe kayaknya gue udah diinget sama dokter yang ada di sana. Sampe akhirnya gue kena laringitis yang (menurut gue) cukup parah. Berbulan-bulan sakit, batuk gak sembuh-sembuh, demam terus, kemana-mana pake masker. Udah gak bangetlah. Yang lebih miris, waktu itu gue gak bisa istirahat karena ‘dituntut’ untuk selalu ke luar rumah, ngerjain satu kerjaan.

Boleh ngeluh dikit? Sebenernya gue cape balik kuliah harus kerja. Tapi ini pilihan gue kan? Oke, ini juga mimpi gue selama ini: pengen kuliah sambil kerja. Setelah tercapai, harusnya gak boleh ngeluh dong, syukuri.. Gue juga bersyukur banget, karena gue tau di luar sana gimana susahnya nyari kerjaan, dan gue bisa dapetin segampang itu. Gue juga seneng bisa berbagi ilmu, punya adik-adik baru, keluarga baru. Tapi yang bikin miris, itu berarti waktu gue buat istirahat semakin berkurang. Ketika yang lain abis kuliah bisa langsung belajar, nugas, istirahat. Lah gue? Harus berkelana ke rumah murid yang jaraknya lumayan jauh. Tapi ya mau gimana lagi? Ternyata belajar untuk bersyukur itu sulit ya. :)

Minggu, 09 Maret 2014

Oh My Sleeping Prince, I Miss You

Kamu, apa kabar? Pangeran tidur yang selalu aku simpan dalam hati. Saat ini sepertinya waktu mencoba untuk memisahkan kita, sehingga satu pertemuan pun menjadi satu hal yang selalu aku tunggu. Mengapa waktu bisa begitu jahat? Entahlah. Banyak hal berbeda yang kini aku rasakan. Mungkin karena perjalanan kita yang sudah lumayan lama.. Setengah tahun menjalani semuanya, dan lebih dari satu tahun kita dekat. Apa kamu bosan? Aku rasa begitu. Aku rindu saat-saat itu. Saat perlakuan manis masih hinggap di tengah kisah kita. Aku ingat.. Dulu begitu lama kita dekat, sebelum akhirnya memutuskan untuk bersama. Ternyata pendekatan yang begitu lama pun tidak baik juga. Kata orang, ”Masa-masa indahnya sudah lewat.” Ya, sepertinya memang begitu.

Kamu, aku rindu berbagai hal manis yang dulu pernah kita lakukan. Dulu, pertemuan seakan menjadi suatu hal yang selalu kita nantikan. Kamu (ataupun aku) selalu berusaha untuk menciptakan satu pertemuan. Entah itu hanya untuk sekedar makan bareng atau hanya jalan-jalan. Aku ingat, dulu pertama kali kita meluangkan waktu bersama untuk makan di sebuah restoran cepat saji, ya meskipun itu bukan tujuan awal kita. Ketika itu aku masih berada di kampung halamanku. Aku sengaja pulang ke Bandung lebih awal karena sudah berjanji akan pergi bersamamu. Dan betapa senangnya, ketika sampai kamu sudah menanti di ujung gang rumahku. Ya.. Aku rindu saat itu.

Aku juga ingat, dulu pernah ketika aku akan pulang diantar olehmu, kamu membujukku untuk tinggal di Bandung satu hari lagi. Saat itu aku sedang dibutakan oleh berbagai masalah, ingin rasanya menangis. Saat itu, kamu selalu bertanya apa yang terjadi kepadaku. Namun aku tak ingin membagi beban yang aku rasakan, aku lebih memilih untuk diam. Lalu kamu mencoba untuk terus menghibur. Kamu membawaku pergi jauh, menikmati dinginnya malam bersamamu. Kamu mengarahkan motor ke arah tempat yang begitu jauh, ke tempat dimana universitas impianku berada. Waktu yang begitu larut membuatku ragu untuk kamu bawa ke sana. Namun pada akhirnya aku luluh. Dan kamu berhasil, kamu membuat aku lupa akan semua masalahku. Tawa tak henti kamu bagi, membuatku merasa nyaman ada di dekatmu.


Cerita lainnya.. Dulu aku sempat ingin mengikuti tes ke salah satu sekolah kedinasan. Aku sering bercerita kepadamu tentang hal itu. Secara tidak langsung aku melihat kamu tidak ingin aku pergi. Kamu selalu menahanku untuk pergi. Aku begitu terharu ketika kamu melakukan itu semua. Memangnya aku berharga bagimu? Namun setelah aku yakinkan, kamu bisa menerima. Katamu, mungkin saja suatu saat kita dipertemukan di tempat yang lain. Kamu ingat dengan perkataanmu itu? Sepertinya kamu sudah lupa, aku saja yang terlalu rajin mengingat. Ketika hari-H, kamu mengantarku ke lokasi ujian. Kamu aku ajak berputar-putar mencari ruangan, meski aku tahu kamu sedang kelelahan saat itu, namun kamu tetap mau..


Juga tentang sore itu, kamu ingat? Setelah lelah menjalani kuliah, kamu menghubungiku. Katanya, “Kita jalan-jalan.” Aku bertanya-tanya, hendak dibawa kemana? Dan ternyata.. Kamu memintaku untuk menemanimu mencari beberapa alamat panti asuhan yang ada di Bandung. Meskipun cuaca begitu dingin malam itu, namun aku mencoba untuk menikmatinya. Aku senang bertemu dengan mereka, anak-anak yang begitu lugunya. Seakan tak ada beban yang mereka milikki, padahal mereka harus menjalani hidup tanpa sosok orang tua. Begitu hebatnya mereka. Dan kamu, kamu membuat satu pengalaman yang sangat berharga bagiku. Kamu mempertemukan aku dengan anak-anak manis itu. Sungguh bahagia rasanya.

Kamu ingat tentang malam itu? Ketika kita menghabiskan waktu bersama di salah satu tempat perbelanjaan yang sering kita kunjungi. Lalu kita berjalan ke arah game master. Kita bermain bersama. Mencoba beberapa permainan, seperti misalnya basket. Ah, basket.. Kamu adalah pebasket yang baik, aku senang melihatmu bermain. Kamu sungguh sesuai dengan apa yang aku mau, entah mengapa, dulu aku sangat menyukai anak basket, dan sekarang aku memilikinya. Betapa senangnya. Di pusat permainan itu, kita bermain satu game yang apabila menang akan mendapatkan sebuah boneka. Aku lihat kamu begitu antusias dengan game itu, kamu ingin memenangkannya. “Nanti bonekanya buat kamu,” katanya saat itu. Aku geli mendengarnya, juga ketika melihatnya bulak-balik membeli koin untuk memainkan kembali game itu. Meskipun akhirnya tidak menang, namun aku mendapatkan boneka kecil berwarna biru dari game lainnya. Cukup membuatku senang, apalagi itu didapatkan ketika aku sedang bersamamu. Mungkin akan menjadi kenangan suatu saat nanti.

Selain jago basket, kamu juga adalah pemusik yang baik. Sekali lagi, dari dulu aku juga suka dengan orang yang bisa bermain musik, dan kini aku memilikinya. Entah mengapa, aku dapat terpaku begitu saja jika melihat seseorang yang sedang bermain musik. Mengapa? Karena aku cinta musik, layaknya aku mencintaimu. Aku rindu dengan nada-nada yang kita nyanyikan. Kamu ingat lagu Maliq & d’Essentials yang berjudul ‘Pilihanku’? Dulu kita sering menyanyikan lagu itu, sekali pun sedang dalam perjalanan. Meskipun kamu selalu meledek suaraku, namun aku selalu dengan sengaja menyanyi keras-keras di depan telingamu. Dan kita pun tertawa bersama.

Sungguh, aku rindu semua hal manis (dan hal gila) yang kita lakukan dulu. Sering kali kita membuat satu percakapan yang orang lain tidak mengerti. Namun kita dapat tertawa terbahak-bahak karena lelucon itu. Kata orang, imajinasi kita terlalu tinggi. Ya, mungkin saja. Namun itulah yang membuatku mencintaimu. Kamu membuatku nyaman dengan segala percakapan yang penuh dengan tawa. Kali ini pun, aku cukup nyaman dengan hubungan yang tidak kamu bawa terlalu serius. Meskipun aku selalu bertingkah aneh, menuduhmu ini itu, namun sungguh.. Di balik semua itu aku sangat mencintaimu. Dan aku selalu berharap saat-saat itu akan kembali. Sungguh, aku rindu.