Pages

Kamis, 30 Januari 2014

Untitled

Selamat malam bulan dan bintang. Boleh aku bercerita? Sepertinya malam ini aku sudah di ambang batas kesabaran. Haruskah aku terus berlari dalam koridor yang sama sekali bukan diperuntukkan untukku? Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Rasanya sakit sekali melihat apa yang dicantumkan di situs online itu. Jika sudah seperti ini, lalu harus bagaimana? Semua sudah terlanjur terjadi. Ingin mengulang semuanya? Sia-sia, sepertinya begitu. Waktu yang sudah berlalu takkan mungkin kembali. 

Aku tahu, aku telah mengambil keputusan yang salah. Aku selalu merasa paling kuat, namun di balik itu aku sangatlah lemah. Tanpa disadari aku harus meninggalkan kewajiban yang harus aku lakukan di sini. Aku tak pernah mendengar apa yang mereka katakan, merasa paling benar. Kini penyesalan ada di depan mata. Ingin menarik semua kata-kata? Rasanya takkan berarti apa-apa. 

Enam bulan, bukanlah waktu yang terbilang lama. Namun masa-masa itu aku rasa begitu berat. Mungkin karena aku yang kurang mengikuti, sehingga satu hal yang menurut mereka mudah dapat menjadi hal yang sangat sulit bagiku. Aku akui, ada dalam dua lingkaran yang berbeda sangat menjadi beban untukku. Ketika aku mencintai satu dunia, lalu dipaksa berkecimpung dalam satu dunia yang sangat aku benci. Begitu berat bukan? Coba rasakan sendiri. 

Kini hanya penyesalan yang ada dalam hati. Harus diganti dengan apa? Aku tak tahu. Mereka pasti sangat kecewa, bukankah selama ini mereka sangat mengharapkanku? Namun begitu saja harapan itu aku lenyapkan. Maaf, maafkan aku. Aku berjanji tak akan mengulanginya lagi. Aku ingin menjadi pribadi yang lebih baik. Aku ingin melukis senyum bangga di wajah mereka lagi, seperti dulu..

Kamis, 16 Januari 2014

Sore Itu

Setelah sekian lama, akhirnya pertemuan itu datang kembali. Mungkin aku sudah merasa cukup lelah, hingga akhirnya mencoba untuk membicarakan semuanya. Datanglah sore itu.. Ketika aku berusaha melawan jarak hanya demi sebuah pertemuan. Sesampainya di sana, aku coba menghubungimu, namun tak ada respon apapun. Rupanya, kamu terlelap karena menungguku yang datang terlalu lama. Lalu setelah beberapa saat, kamu menyuruhku untuk menunggu di tempat itu. Ah, seperti biasa. Aku pun berjalan menuju tempat tersebut dengan sedikit tak sabar. Namun ternyata tak ku dapati sosok itu. Aku pun mencoba untuk menunggu.. Lalu datanglah dia. Aku tak berani untuk menatapnya. Entah mengapa, aku takut pandangannya melukaiku. Aku hanya tertunduk, tanpa ku tau dia sedang berusaha mencoba mencairkan suasana. Aku pun tersenyum simpul. Ingin rasanya ku berkata, “Aku rindu kamu.” Namun semua niat itu ku pendam begitu saja, karena aku tau respon yang akan kamu berikan seperti apa. Datar. Setelah itu, dengan motornya kita berjalan menuju suatu tempat. Seperti dua insan yang saling merindu (entah mungkin hanya aku saja), kita pun berbincang mengenai segala hal, tak jarang kita tertawa bersama. Katamu, banyak perubahan yang terjadi selama kamu terjebak dalam ruangan itu. Aku hanya tertawa mendengar ceritamu. “Memang selama apa kamu berada di sana?” tanyaku dalam hati. Kamu, selalu saja membuatku tersenyum dengan semua candaanmu. Aku rindu saat-saat itu, sungguh. Kamu ingat? Terakhir kali kita bertemu kamu hanya duduk terdiam. Saat itu, kondisimu sedang tidak stabil, aku pun tak banyak berbicara karena aku tau itu hanya akan berakhir sia-sia. Rasanya, itu bukan aku dan kamu yang seperti biasanya. Kembali ke sore itu, aku bertemu denganmu hanya dalam waktu yang singkat. Dua setengah jam, ya, menurutku itu waktu yang cukup singkat. Namun aku mencoba memanfaatkan waktu yang tak lama itu. Ketika waktu menunjukan pukul 8 malam, kita bergegas untuk pulang. Katanya, kamu akan pergi mengerjakan sesuatu. “So sibuk,” kataku saat itu. Dengan waktu yang cukup singkat, namun aku merasa cukup bahagia dengan pertemuan di hari itu. Karena kamu tau itu hari apa? Kamu pasti tau. Bukankah aku yang mengingatkanmu ketika waktu terus berusaha untuk merenggutmu? Tak apa, aku tak akan mempermasalahkannya. Terima kasih untuk hari yang indah itu.