Pages

Minggu, 27 Agustus 2017

Berubah

Akhir-akhir ini, aku merasa ada terlalu banyak perubahan. Entah apa atau siapa yang berubah. Apa aku yang berubah? Kau yang berubah? Kalian yang berubah? Mereka yang berubah? Waktu yang berubah? Keadaan yang berubah? Atau apa..?

Terkadang aku merasa benar-benar sendiri ketika orang terdekatku satu persatu menjauh. Bukan hanya masalah jarak, namun juga jauh secara emosi. Berbagai tanya selalu menyeruak dalam pikiranku. Apa semuanya memang benar berubah, atau hanya perasaanku saja?

Setiap hari aku hanya bisa berpikir, menerka-nerka apa yang jadi penyebab. Aku tahu, seiring berjalannya waktu, semua pasti punya lingkungan baru. Tapi apa itu harus menjadi alasan untuk berubah? Apa itu harus menjadi salah satu penyebab untuk menjauh?

Jika ingin tahu, aku butuh seseorang yang selalu ada ketika masalah membelengguku. Aku butuh teman untuk sekadar berbagi cerita, agar aku merasa sedikit lega.

Aku rindu. Aku rindu beberapa waktu lalu ketika kita begitu dekat. Bagiku, persahabatan adalah tentang selalu ada dan saling mengingatkan. Bukannya pergi dan saling melupakan.

Kini rasanya hanya keluargalah yang aku punya. Aku baru merasakan betapa aku ingin cepat pulang ketika semua urusanku selesai. Ternyata, dalam keadaan apapun hanya keluargalah yang tak mungkin berubah. 

Senin, 31 Juli 2017

Selesai

Entah harus kumulai dari mana tulisan ini. Baru saja beberapa kata yang kutulis, rasanya air mata sudah berlinang di pelupuk mata.
Beberapa waktu ini aku merasa ada bagian yang hilang dari diriku. Saat tahu tentang semuanya, rasanya ada sesuatu yang terbawa pergi dan tak akan pernah kembali.
Semua masih tentang kau, orang yang sudah beberapa tahun terakhir tertulis dalam ingatan. Orang yang sudah berkali-kali kucoba untuk lupakan, namun tak pernah bisa.
Maaf jika aku masih saja menulis tentangmu, padahal sudah sering kubilang bahwa semuanya telah selesai. Tapi sungguh, sekarang aku baru sadar bahwa semuanya telah benar-benar selesai.
Seseorang pernah berkata kepadaku, semuanya akan selesai ketika kau memutuskan untuk menikah dengan orang lain. Namun bagiku, semuanya telah selesai ketika kau memilih untuk menjalin kasih dengan orang lain. Ingatkah kau? Sebelumnya sudah berkali-kali kau bilang akan tetap sendiri sampai menemukan orang yang tepat untuk diajak ke tahap yang lebih serius.
Tahukah? Kata-katamu itu membuatku merangkai angan selama bertahun-tahun. Dengan tahu bahwa kau tak terikat dengan siapa pun, rasanya itu sudah cukup membuatku tenang. Aku melihat ada sedikit harapan, yang tanpa kutahu hanya berakhir dengan kekecewaan.
Setiap hari, aku mencoba untuk memperbaiki diri, memperbaiki setiap sifat buruk yang dulu sangat kau benci. Dan aku berhasil. Aku sekarang sudah tumbuh menjadi wanita yang lebih dewasa, bukan lagi gadis yang kekanakan sepeti dulu saat aku bersamamu.
Setiap hari, aku terus menunggu sampai waktu yang tepat untuk mengungkapkan semuanya. Aku ingin melangkah ke arah yang lebih serius denganmu. Namun aku tidak ingin terburu-buru, mengingat usia kita yang masih terbilang muda. Dan aku yakin, saat ini karir adalah prioritas utamamu.
Aku memilih untuk menjaga jarak. Namun aku selalu berusaha untuk tidak hilang kontak denganmu. Meskipun hanya saling bertegur sapa sebulan sekali, atau bahkan beberapa bulan sekali, yang penting aku tahu bahwa kau baik-baik saja.
Ketika kita mulai dekat lagi, kau harus tahu betapa senangnya aku saat itu. Meskipun aku tidak tahu bagaimana perasaanmu, mungkin aku hanya kau anggap angin lalu, namun biarlah.. Setidaknya aku bisa merasa bahagia, meskipun hanya sekejap, namun terasa nyata.
Beberapa bulan yang lalu, intensitas komunikasi kita terbilang cukup baik. Kau pun sempat menemaniku ke dalam satu acara, lalu seperti dulu, kau menjemput dan mengantarku pulang. Senang sekali rasanya. Aku senang bisa berbagi cerita, canda, dan tawa denganmu.
Kau tahu? Aku punya satu buku tentangmu. Buku yang sudah aku tulis sejak 4 tahun yang lalu. Semuanya hanya berisi tentangmu, juga tentang kita. Seumur hidupku, baru kali ini aku menjadikan seseorang sebagai tokoh utama dalam tulisanku sampai selama itu. Bisakah kau bayangkan, sebesar apa perasaanku padamu?
Hingga sampailah pada malam itu, ketika aku harus melihat kenyataan bahwa kau telah memilih yang lain. Aku melihat bahwa kau mengingkari ucapanmu. Lalu apa artinya semua ini? Setelah aku merasa kita dekat lagi, namun ternyata kau telah memiliki pilihan lain. Bahkan mungkin kalian sudah menjalani semuanya dalam waktu yang lama.
Aku hanya bisa mengutuk diriku sendiri. Mengapa sampai tak tahu sedikit pun? Aku yang tidak peka, atau memang kau yang terlalu rapat menyimpan semuanya? Entahlah, setahuku kau memang pandai menyembunyikan sesuatu.
Malam itu aku tak mampu berkata banyak. hanya tangis yang mampu mengungkapkan semuanya. Merasa paling bodoh karena sudah menunggu dalam waktu yang lama. Sungguh, rasanya lebih sakit jika dibandingkan dulu saat kita memutuskan untuk tak lagi beriringan.
Sejak malam itu, aku tak tahu langkah apa yang harus aku lakukan untuk menata kembali perasaanku. Setiap hari aku hanya berusaha untuk melupakanmu. Namun aku bisa apa? Semua hal yang aku lakukan selalu saja mengingatkanku padamu.
Apakah selama ini kau benar-benar tak tahu tentang perasaanku? Atau hanya pura-pura tak tahu? Setelah banyaknya tulisan yang aku tulis untukmu, aku yakin kau pasti membaca semuanya. Seperti beberapa tahun yang lalu, bukankah kau sering kali membaca tulisanku? Setelah kau baca, lalu kau berkomentar. Saat itu aku hanya tersipu malu, karena tulisan itu adalah tentangmu.
Lalu sekarang aku harus bagaimana? Kau tahu kan, tidaklah mudah menjadi aku. Seakan dipaksa untuk pergi, padahal aku benar-benar tak ingin pergi.
Sementara ini, aku pasrah dengan keadaan. Tak mungkin merengek dan memaksamu untuk tetap tinggal. Aku yakin dapat mengatasinya dengan cara yang lebih dewasa. Kali ini, aku menganggap semuanya telah benar-benar selesai. Bagaimanapun juga, aku tetap harus melanjutkan hidup, meski tanpamu.
Berbahagialah. Semoga ia dapat memperlakukanmu dengan baik.

Kamis, 29 Juni 2017

Tentang Delapan Tahun yang Lalu

Teh, apa kabar? Hari ini rasanya aku terlalu banyak mengingat. Hari lebaran selalu mampu membangkitkan semua kenangan. Meski sudah delapan tahun berlalu, tapi semuanya masih tersimpan rapi dalam kotak ingatan.

Teh, maafkan aku. Aku belum sempat menjenguk ke peristirahatan terakhirmu. Hari ini aku sudah berniat untuk pergi ke sana, namun kondisi memaksaku untuk mengurungkan niatku tersebut. Tapi sore tadi aku sudah mengunjungi keluargamu, apa kamu tahu? Senang sekali rasanya ada di antara mereka. Pelukan tak jarang mereka bagi, seolah aku adalah salah satu anggota keluargamu. Ibumu sudah kuanggap ibuku sendiri, begitu pula dengan ayahmu.

Teh, bolehkah aku mengingat semuanya? Semua kisah pahit yang terjadi delapan tahun yang lalu, semua masih terekam jelas dalam ingatan. Semoga kamu tidak sedih ya jika tahu aku menuliskan lagi semua ini. Semua ini semata-mata karena aku rindu, sangat rindu, semoga kamu dapat mengerti.

Hari itu, 21 September 2009. Suasana lebaran masih terasa jelas. Tradisi silaturahmi dari rumah ke rumah masih dijalankan, mengingat itu adalah lebaran hari kedua. Saat itu keluargaku sedang berkunjung ke rumah nenekmu yang letaknya persis di samping rumahmu. Saat itu usiaku masih 14 tahun, menurutku, usia yang masih pantas untuk tidak menyimak apa yang orang-orang dewasa perbincangkan. Namun fokusku langsung terkumpul ketika melihat nenekmu tiba-tiba menangis. Aku mencoba untuk menyimak pembicaraannya. Ternyata, katanya pagi hari itu kamu pingsan ketika bersilaturahmi di rumah salah satu saudara. Katanya kamu muntah darah. Betapa paniknya aku saat itu.

Orang-orang pasti tahu, aku dan kamu sudah bersahabat sejak kecil. Meskipun usia kita terpaut 4 tahun. Dan saat itu, kita sedang dekat-dekatnya. Mendengar kabar tersebut, tentu saja aku langsung bergegas ke rumahmu. Aku tak kuasa menahan tangis ketika melihatmu sedang terbaring lemas, menghadap kiblat. Tak ada yang berani membangunkanmu, termasuk aku. Tanpa kusangka.. Itu adalah saat terakhirku melihatmu dalam keadaan masih hidup.

Esoknya, 22 September 2009, entah apa yang ada di pikiranku sehingga aku tidak menjengukmu. Jika tahu bahwa kamu akan pergi, mungkin aku akan menemanimu seharian. Ada di sampingmu, menemanimu di saat-saat terakhirmu. Malamnya, aku mendapat kabar dari kakakmu bahwa kamu masuk rumah sakit. Keadaanmu memburuk. Kamu harus tahu, malam itu aku tak pernah berhenti memikirkanmu. Perasaanku sudah campur aduk. Rencananya, esok hari aku akan menjengukmu ke rumah sakit. Tapi ternyata semuanya terlambat..

Keesokan harinya, 23 September 2009, ketika sedang tertidur pulas aku dibangunkan oleh suara riuh dari balik pintu kamar. Orang-orang bergantian mengetuk pintu kamarku yang saat itu terkunci, saling bersahutan memanggil namaku. Aku yang setengah sadar lantas membukakan pintu kamar. Saat itu, jam masih menunjukan pukul 3.30. Ternyata, dua sahabatku yang lain dan kakakmu yang datang. Mereka memelukku dan mengatakan bahwa kamu sudah pergi. Aku tak bisa berkata-kata saat itu. Hanya tangis yang mampu berbicara banyak.

Sesaat kemudian, kami bergegas menuju rumahmu. Katanya, jenazahmu masih di rumah sakit dan sebentar lagi akan diantar ke rumahmu. Suasana duka sangat terasa saat itu. Tangis menggema di setiap sudut rumahmu. Beberapa menit kemudian suara ambulance datang mengantarkan jenazahmu. Aku masih tak bisa percaya bahwa kamu sudah pergi. Melihatmu sudah terbujur kaku di depan mataku, rasanya seperti mimpi. Usiamu masih terlampau muda, masih 18 tahun, mengapa harus pergi secepat ini?

Ketika mengantarkanmu ke peristirahatan terakhir, rasanya tangisku semakin membuncah. Kamu pergi untuk selamanya. Aku masih tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup tanpamu, orang yang hampir setiap hari ada menemaniku. Orang yang kesabarannya melebihi batas. Orang yang selalu jadi penasihat terbaik, selalu ada ketika dibutuhkan.

Ternyata semua firasatmu benar. Semua yang kamu tulis di sosial mediamu, semuanya menjadi kenyataan. Katamu, kamu tidak memiliki banyak waktu lagi. Dan kamu sangat takut menghadapi semuanya. Di selembar kertas itu juga kamu menuliskan tentang isyarat kepergianmu. Mungkin Allah sudah memberitahumu melalui beberapa pertanda, agar kamu lebih siap jika hari itu datang.

Kalau kamu masih ada, mungkin kamu sekarang sudah menjadi wanita berusia 26 tahun. Aku tidak bisa membayangkan betapa cantiknya kamu di usia itu. Mungkin kamu akan jatuh cinta, menikah, lalu memiliki anak. Namun semua hal tersebut tak sempat kamu wujudkan. Kamu pergi di saat usiamu masih terlalu muda. Padahal kamu tahu? Masa muda adalah masa yang paling berkesan. Namun Allah memanggilmu terlalu cepat sehingga kamu tidak dapat merasakan semuanya.

Teh, katanya orang yang baik selalu dipanggil lebih dulu. Dan sekarang aku percaya semua itu. Kamu orang yang sangat baik, orang yang sholehah. Kita semua sayang kepadamu, tapi ternyata Allah lebih sayang. Allah tidak mau membiarkanmu merasakan sakit lebih lama lagi. Terkadang, dalam satu kesedihan ada hal yang harus kita syukuri. Percayalah, Allah punya rencana lain yang lebih indah.

Teh, tidak banyak kata yang bisa aku tuliskan untuk menggambarkan betapa rindunya aku saat ini. Aku hanya bisa berdo’a agar kamu ditempatkan di tempat terbaik di sisi-Nya. Maaf jika aku hanya bisa mengunjungimu sesekali saja, yang pasti do’aku tidak akan pernah putus. Baik-baik ya di sana, aku tahu Allah sudah memiliki tempat yang terbaik untukmu.

Sampai jumpa lagi di kehidupan selanjutnya, semoga kita bisa dipertemukan kembali.

Untukmu, sahabat sekaligus kakak terbaik. Almh. Ratih Angrum Sari. 

Sabtu, 10 Juni 2017

Writing Songs About You - Taylor Swift

I can’t believe you did it again
Walked by and took my heart with you
Why did you have to look so good?
Don't you know that I'm trying to hate you
Trying to have a dream without you in it
But how can I put out this fire
When you're the one who lit it

I can't wait for the day I stop pretending
That I'm really ok when I'm not
I want to know how it feels to be
Over you for real
Until I do
I'll keep writing songs about you

I've got a stack of papers so high
And it's all about you baby
Keep thinking maybe I
Can make sense of something crazy
Something I can't get out of my head
I write your name, I write your name
Then I tear it all to shreds

I can't wait for the day I stop pretending
That I'm really ok when I'm not
I want to know how it feels to be
Over you for real
Until I do
I'll keep writing songs about you

And if you ever change your mind
And want me back again
I hope these songs will remind me
Why I shouldn't let you in

I can't wait for the day I stop pretending
That I'm really ok cause I'm not
I want to know how it feels to be
Over you for real
Until I do

I'll just wait for the day
I stop pretending
That I'm really ok when I'm not
I wanna know how it feels to be over you for real
Till I do,
I'll keep writing songs about you

Jumat, 10 Februari 2017

Berdamai dengan Masa Lalu

Hari ini adalah satu hari menuju kelulusanku. Di saat semua orang bahagia, entah mengapa aku merasakan hal yang sebaliknya.. Ada sesuatu yang mengganggu pikiranku. Sesuatu yang sebenarnya tak perlu lagi aku pikirkan: masa lalu.

Kau tahu? Aku sudah bersusah payah untuk meredam semua perasaan. Lalu kau hadir kembali, yang tanpa kau sadari mampu mengingatkanku pada setiap kenangan. Kau hadir di saat perpisahan sudah terlihat nyata di hadapan kita.

Besok adalah hari kelulusanku. Atau lebih tepatnya, hari kelulusan kita. Kau ingat? Dulu aku sangat berharap kita dapat memakai toga pada waktu yang sama. Dan dalam beberapa jam lagi semuanya akan tercapai, meskipun keadaannya sudah berbeda. Aku harus bahagia atau bagaimana? Tentang mawar biru itu, kau masih ingat?

Sesaat lagi kau akan pergi, sementara aku masih di sini, di kota yang penuh dengan kenangan ini. Seharusnya aku sudah terbiasa, namun entah mengapa.. Malam ini aku menangis sejadi-jadinya. Rasanya sesakit ini.

Sungguh aku tak mengerti dengan perasaanku sendiri. Mungkin aku masih butuh waktu untuk berdamai dengan masa lalu. Belajar untuk ikhlas dan melupakan segala harapan. Belajar untuk menerima sebuah perpisahan.

Maka, pergilah.. Setelah ini, kita harus menjalani kehidupan kita masing-masing. Mungkin di tempat lain kau akan temukan seseorang yang lebih baik. Terima kasih sudah menjadi seberkas cerita di masa kuliahku. Selamat untuk kelulusanmu. 

Selasa, 17 Januari 2017

Untukmu yang Tidak Kukenal

Untukmu yang tidak kukenal,
Entah apa yang harus aku tulis untuk mengungkapkan semua ini.
Kamu tahu?
Rasa ini terus bertambah setiap harinya, membentuk suatu perasaan yang entah harus kunamakan apa.
Setahuku, setiap melihatmu ada sesuatu yang berdesir dalam hatiku.
Meskipun nyatanya kita tidak saling mengenal.
Kita hanya sempat berbincang lewat percakapan yang tidak disengaja.
Perjumpaan demi perjumpaan pun membuatku sedikit bisa menilai tentang kepribadianmu.
Tanpa disadari, namamu diam-diam terselip dalam do’a. Dalam keheningan aku memintamu kepada Allah.
Berharap kamu adalah ketetapan yang telah ditetapkan oleh-Nya.
Kamu adalah salah satu alasan untukku menjadi lebih baik setiap harinya.
Karena kamu adalah orang yang baik, jauh lebih baik daripada aku.
Aku ingin belajar memantaskan diri agar Allah percaya bahwa aku cukup pantas untukmu.
Tapi, kamu tahu?
Rasa ini membuatku takut. Aku takut jika ini adalah sebuah kekeliruan.
Aku takut rasa ini terus tumbuh tanpa aku tahu bahwa kamu bukanlah ketetapan yang telah ditetapkan-Nya untukku.
Sungguh aku tak mengerti, apa yang sudah Allah rencanakan di balik semua ini?
Setiap hari aku berusaha mengendalikan perasaan agar rasa ini tidak melebihi rasa cintaku pada-Nya.
Aku ingin mendekatimu dengan cara yang baik. Lewat do’a yang selalu aku panjatkan seusai shalat.
Aku ingin mendekati-Nya terlebih dahulu, karena dengan begitu aku merasa lebih dekat denganmu.
Semoga suatu saat Allah memberikan petunjuk atas segalanya.
Entah akan menjadi sebuah kebahagiaan ataukah kerelaan hati untuk mengikhlaskan.
Jika memang kamulah orang itu, semoga kita lekas diberi jalan.
Sementara itu, marilah sama-sama memantaskan diri.