Kamis, 14 Februari 2019
A Little Disappointed
“Seribu kebaikan akan kalah
dengan satu keburukan.” Kini aku rasa kata-kata itu ada benarnya juga. Memang betul,
ketika seseorang berbuat seribu kebaikan, itu semua tidak akan ada artinya
ketika ia berbuat satu keburukan. Memang rasanya tidak adil, namun satu keburukan
tersebut akan terus diingat, tak peduli berapa banyak kebaikan yang telah
diperbuat.
Hari ini aku belajar bahwa
orang yang selalu kita anggap baik tak selamanya baik. Bisa saja penilaian kita
salah, karena sebenarnya orang itulah yang justru akan menjatuhkan kita. Kita tidak
akan pernah tahu rencana dari seseorang. Kita hanya dapat menilai seseorang
dari luarnya saja.
Aku mengaku salah. Aku tidak
pernah berpikiran negatif terhadap seseorang. Aku selalu menilai semua orang
sama, menilai kebaikannya saja. Namun hal tersebut ternyata dapat menjadi
bumerang bagi diriku sendiri. Orang yang selama ini aku anggap baik, ternyata
tanpa kutahu dibelakangku memiliki kepribadian yang lain, yang bisa
menjatuhkanku kapan saja.
Kecewa? Tentu saja. Aku
merasa selalu berusaha menjaga kata-kata. Namun terkadang orang lain berkata tidak
baik, yang tanpa mereka tahu dapat melukai perasaan orang lain. Bukannya
terlalu perasa, namun jika kau ada di posisi itu, kau akan tahu bagaimana
rasanya.
Mulai hari ini, aku akan
belajar untuk tidak terlalu menilai baik seseorang. Dan biarlah.. Biar saja orang
lain berlaku yang tidak baik kepada kita, namun kita tidak boleh melakukan hal
yang sama. Sabar dan ikhlas, itu kuncinya. Dan semoga selalu dapat dilapangkan
hatinya untuk mudah memaafkan.
Minggu, 27 Agustus 2017
Berubah
Akhir-akhir ini, aku
merasa ada terlalu banyak perubahan. Entah apa atau siapa yang berubah. Apa aku
yang berubah? Kau yang berubah? Kalian yang berubah? Mereka yang berubah? Waktu
yang berubah? Keadaan yang berubah? Atau apa..?
Terkadang aku merasa
benar-benar sendiri ketika orang terdekatku satu persatu menjauh. Bukan hanya
masalah jarak, namun juga jauh secara emosi. Berbagai tanya selalu menyeruak
dalam pikiranku. Apa semuanya memang benar berubah, atau hanya perasaanku saja?
Setiap hari aku hanya
bisa berpikir, menerka-nerka apa yang jadi penyebab. Aku tahu, seiring
berjalannya waktu, semua pasti punya lingkungan baru. Tapi apa itu harus menjadi
alasan untuk berubah? Apa itu harus menjadi salah satu penyebab untuk menjauh?
Jika ingin tahu, aku
butuh seseorang yang selalu ada ketika masalah membelengguku. Aku butuh teman
untuk sekadar berbagi cerita, agar aku merasa sedikit lega.
Aku rindu. Aku rindu
beberapa waktu lalu ketika kita begitu dekat. Bagiku, persahabatan adalah
tentang selalu ada dan saling mengingatkan. Bukannya pergi dan saling
melupakan.
Kini rasanya hanya
keluargalah yang aku punya. Aku baru merasakan betapa aku ingin cepat pulang
ketika semua urusanku selesai. Ternyata, dalam keadaan apapun hanya keluargalah
yang tak mungkin berubah.
Senin, 31 Juli 2017
Selesai
Entah harus kumulai
dari mana tulisan ini. Baru saja beberapa kata yang kutulis, rasanya air mata
sudah berlinang di pelupuk mata.
Beberapa waktu ini aku
merasa ada bagian yang hilang dari diriku. Saat tahu tentang semuanya, rasanya
ada sesuatu yang terbawa pergi dan tak akan pernah kembali.
Semua masih tentang
kau, orang yang sudah beberapa tahun terakhir tertulis dalam ingatan. Orang
yang sudah berkali-kali kucoba untuk lupakan, namun tak pernah bisa.
Maaf jika aku masih
saja menulis tentangmu, padahal sudah sering kubilang bahwa semuanya telah selesai.
Tapi sungguh, sekarang aku baru sadar bahwa semuanya telah benar-benar selesai.
Seseorang pernah
berkata kepadaku, semuanya akan selesai ketika kau memutuskan untuk menikah
dengan orang lain. Namun bagiku, semuanya telah selesai ketika kau memilih
untuk menjalin kasih dengan orang lain. Ingatkah kau? Sebelumnya sudah
berkali-kali kau bilang akan tetap sendiri sampai menemukan orang yang tepat
untuk diajak ke tahap yang lebih serius.
Tahukah? Kata-katamu
itu membuatku merangkai angan selama bertahun-tahun. Dengan tahu bahwa kau tak
terikat dengan siapa pun, rasanya itu sudah cukup membuatku tenang. Aku melihat
ada sedikit harapan, yang tanpa kutahu hanya berakhir dengan kekecewaan.
Setiap hari, aku mencoba
untuk memperbaiki diri, memperbaiki setiap sifat buruk yang dulu sangat kau
benci. Dan aku berhasil. Aku sekarang sudah tumbuh menjadi wanita yang lebih
dewasa, bukan lagi gadis yang kekanakan sepeti dulu saat aku bersamamu.
Setiap hari, aku terus
menunggu sampai waktu yang tepat untuk mengungkapkan semuanya. Aku ingin
melangkah ke arah yang lebih serius denganmu. Namun aku tidak ingin
terburu-buru, mengingat usia kita yang masih terbilang muda. Dan aku yakin,
saat ini karir adalah prioritas utamamu.
Aku memilih untuk
menjaga jarak. Namun aku selalu berusaha untuk tidak hilang kontak denganmu.
Meskipun hanya saling bertegur sapa sebulan sekali, atau bahkan beberapa bulan
sekali, yang penting aku tahu bahwa kau baik-baik saja.
Ketika kita mulai dekat
lagi, kau harus tahu betapa senangnya aku saat itu. Meskipun aku tidak tahu
bagaimana perasaanmu, mungkin aku hanya kau anggap angin lalu, namun biarlah..
Setidaknya aku bisa merasa bahagia, meskipun hanya sekejap, namun terasa nyata.
Beberapa bulan yang lalu,
intensitas komunikasi kita terbilang cukup baik. Kau pun sempat menemaniku ke
dalam satu acara, lalu seperti dulu, kau menjemput dan mengantarku pulang.
Senang sekali rasanya. Aku senang bisa berbagi cerita, canda, dan tawa denganmu.
Kau tahu? Aku punya
satu buku tentangmu. Buku yang sudah aku tulis sejak 4 tahun yang lalu.
Semuanya hanya berisi tentangmu, juga tentang kita. Seumur hidupku, baru kali
ini aku menjadikan seseorang sebagai tokoh utama dalam tulisanku sampai selama
itu. Bisakah kau bayangkan, sebesar apa perasaanku padamu?
Hingga sampailah pada
malam itu, ketika aku harus melihat kenyataan bahwa kau telah memilih yang
lain. Aku melihat bahwa kau mengingkari ucapanmu. Lalu apa artinya semua ini?
Setelah aku merasa kita dekat lagi, namun ternyata kau telah memiliki pilihan
lain. Bahkan mungkin kalian sudah menjalani semuanya dalam waktu yang lama.
Aku hanya bisa mengutuk
diriku sendiri. Mengapa sampai tak tahu sedikit pun? Aku yang tidak peka, atau
memang kau yang terlalu rapat menyimpan semuanya? Entahlah, setahuku kau memang
pandai menyembunyikan sesuatu.
Malam itu aku tak mampu
berkata banyak. hanya tangis yang mampu mengungkapkan semuanya. Merasa paling
bodoh karena sudah menunggu dalam waktu yang lama. Sungguh, rasanya lebih sakit
jika dibandingkan dulu saat kita memutuskan untuk tak lagi beriringan.
Sejak malam itu, aku
tak tahu langkah apa yang harus aku lakukan untuk menata kembali perasaanku.
Setiap hari aku hanya berusaha untuk melupakanmu. Namun aku bisa apa? Semua hal
yang aku lakukan selalu saja mengingatkanku padamu.
Apakah selama ini kau
benar-benar tak tahu tentang perasaanku? Atau hanya pura-pura tak tahu? Setelah
banyaknya tulisan yang aku tulis untukmu, aku yakin kau pasti membaca semuanya.
Seperti beberapa tahun yang lalu, bukankah kau sering kali membaca tulisanku? Setelah
kau baca, lalu kau berkomentar. Saat itu aku hanya tersipu malu, karena tulisan
itu adalah tentangmu.
Lalu sekarang aku harus
bagaimana? Kau tahu kan, tidaklah mudah menjadi aku. Seakan dipaksa untuk pergi,
padahal aku benar-benar tak ingin pergi.
Sementara ini, aku
pasrah dengan keadaan. Tak mungkin merengek dan memaksamu untuk tetap tinggal.
Aku yakin dapat mengatasinya dengan cara yang lebih dewasa. Kali ini, aku
menganggap semuanya telah benar-benar selesai. Bagaimanapun juga, aku tetap harus melanjutkan hidup, meski tanpamu.
Berbahagialah. Semoga
ia dapat memperlakukanmu dengan baik.
Kamis, 29 Juni 2017
Tentang Delapan Tahun yang Lalu
Teh, apa kabar? Hari
ini rasanya aku terlalu banyak mengingat. Hari lebaran selalu mampu membangkitkan
semua kenangan. Meski sudah delapan tahun berlalu, tapi semuanya masih
tersimpan rapi dalam kotak ingatan.
Teh, maafkan aku. Aku
belum sempat menjenguk ke peristirahatan terakhirmu. Hari ini aku sudah berniat
untuk pergi ke sana, namun kondisi memaksaku untuk mengurungkan niatku tersebut.
Tapi sore tadi aku sudah mengunjungi keluargamu, apa kamu tahu? Senang sekali
rasanya ada di antara mereka. Pelukan tak jarang mereka bagi, seolah aku adalah
salah satu anggota keluargamu. Ibumu sudah kuanggap ibuku sendiri, begitu pula
dengan ayahmu.
Teh, bolehkah aku
mengingat semuanya? Semua kisah pahit yang terjadi delapan tahun yang lalu,
semua masih terekam jelas dalam ingatan. Semoga kamu tidak sedih ya jika tahu aku
menuliskan lagi semua ini. Semua ini semata-mata karena aku rindu, sangat
rindu, semoga kamu dapat mengerti.
Hari itu, 21 September
2009. Suasana lebaran masih terasa jelas. Tradisi silaturahmi dari rumah ke rumah
masih dijalankan, mengingat itu adalah lebaran hari kedua. Saat itu keluargaku
sedang berkunjung ke rumah nenekmu yang letaknya persis di samping rumahmu. Saat
itu usiaku masih 14 tahun, menurutku, usia yang masih pantas untuk tidak
menyimak apa yang orang-orang dewasa perbincangkan. Namun fokusku langsung
terkumpul ketika melihat nenekmu tiba-tiba menangis. Aku mencoba untuk menyimak
pembicaraannya. Ternyata, katanya pagi hari itu kamu pingsan ketika
bersilaturahmi di rumah salah satu saudara. Katanya kamu muntah darah. Betapa
paniknya aku saat itu.
Orang-orang pasti tahu,
aku dan kamu sudah bersahabat sejak kecil. Meskipun usia kita terpaut 4 tahun. Dan
saat itu, kita sedang dekat-dekatnya. Mendengar kabar tersebut, tentu saja aku
langsung bergegas ke rumahmu. Aku tak kuasa menahan tangis ketika melihatmu
sedang terbaring lemas, menghadap kiblat. Tak ada yang berani membangunkanmu,
termasuk aku. Tanpa kusangka.. Itu adalah saat terakhirku melihatmu dalam
keadaan masih hidup.
Esoknya, 22 September
2009, entah apa yang ada di pikiranku sehingga aku tidak menjengukmu. Jika tahu
bahwa kamu akan pergi, mungkin aku akan menemanimu seharian. Ada di sampingmu,
menemanimu di saat-saat terakhirmu. Malamnya, aku mendapat kabar dari kakakmu
bahwa kamu masuk rumah sakit. Keadaanmu memburuk. Kamu harus tahu, malam itu
aku tak pernah berhenti memikirkanmu. Perasaanku sudah campur aduk. Rencananya,
esok hari aku akan menjengukmu ke rumah sakit. Tapi ternyata semuanya
terlambat..
Keesokan harinya, 23
September 2009, ketika sedang tertidur pulas aku dibangunkan oleh suara riuh
dari balik pintu kamar. Orang-orang bergantian mengetuk pintu kamarku yang saat
itu terkunci, saling bersahutan memanggil namaku. Aku yang setengah sadar lantas
membukakan pintu kamar. Saat itu, jam masih menunjukan pukul 3.30. Ternyata,
dua sahabatku yang lain dan kakakmu yang datang. Mereka memelukku dan
mengatakan bahwa kamu sudah pergi. Aku tak bisa berkata-kata saat itu. Hanya
tangis yang mampu berbicara banyak.
Sesaat kemudian, kami
bergegas menuju rumahmu. Katanya, jenazahmu masih di rumah sakit dan sebentar lagi
akan diantar ke rumahmu. Suasana duka sangat terasa saat itu. Tangis menggema
di setiap sudut rumahmu. Beberapa menit kemudian suara ambulance datang
mengantarkan jenazahmu. Aku masih tak bisa percaya bahwa kamu sudah pergi.
Melihatmu sudah terbujur kaku di depan mataku, rasanya seperti mimpi. Usiamu
masih terlampau muda, masih 18 tahun, mengapa harus pergi secepat ini?
Ketika mengantarkanmu
ke peristirahatan terakhir, rasanya tangisku semakin membuncah. Kamu pergi
untuk selamanya. Aku masih tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup
tanpamu, orang yang hampir setiap hari ada menemaniku. Orang yang kesabarannya
melebihi batas. Orang yang selalu jadi penasihat terbaik, selalu ada ketika
dibutuhkan.
Ternyata semua firasatmu
benar. Semua yang kamu tulis di sosial mediamu, semuanya menjadi kenyataan.
Katamu, kamu tidak memiliki banyak waktu lagi. Dan kamu sangat takut menghadapi
semuanya. Di selembar kertas itu juga kamu menuliskan tentang isyarat
kepergianmu. Mungkin Allah sudah memberitahumu melalui beberapa pertanda, agar
kamu lebih siap jika hari itu datang.
Kalau kamu masih ada,
mungkin kamu sekarang sudah menjadi wanita berusia 26 tahun. Aku tidak bisa
membayangkan betapa cantiknya kamu di usia itu. Mungkin kamu akan jatuh cinta,
menikah, lalu memiliki anak. Namun semua hal tersebut tak sempat kamu wujudkan.
Kamu pergi di saat usiamu masih terlalu muda. Padahal kamu tahu? Masa muda
adalah masa yang paling berkesan. Namun Allah memanggilmu terlalu cepat
sehingga kamu tidak dapat merasakan semuanya.
Teh, katanya orang yang
baik selalu dipanggil lebih dulu. Dan sekarang aku percaya semua itu. Kamu
orang yang sangat baik, orang yang sholehah. Kita semua sayang kepadamu, tapi
ternyata Allah lebih sayang. Allah tidak mau membiarkanmu merasakan sakit lebih
lama lagi. Terkadang, dalam satu kesedihan ada hal yang harus kita syukuri.
Percayalah, Allah punya rencana lain yang lebih indah.
Teh, tidak banyak kata
yang bisa aku tuliskan untuk menggambarkan betapa rindunya aku saat ini. Aku
hanya bisa berdo’a agar kamu ditempatkan di tempat terbaik di sisi-Nya. Maaf
jika aku hanya bisa mengunjungimu sesekali saja, yang pasti do’aku tidak akan
pernah putus. Baik-baik ya di sana, aku tahu Allah sudah memiliki tempat yang
terbaik untukmu.
Sampai jumpa lagi di
kehidupan selanjutnya, semoga kita bisa dipertemukan kembali.
Untukmu, sahabat
sekaligus kakak terbaik. Almh. Ratih Angrum Sari.
Sabtu, 10 Juni 2017
Writing Songs About You - Taylor Swift
I can’t believe you did
it again
Walked by and took my
heart with you
Why did you have to look so good?
Don't you know that I'm trying to hate you
Trying to have a dream without you in it
But how can I put out this fire
When you're the one who lit it
I can't wait for the day I stop pretending
That I'm really ok when I'm not
I want to know how it feels to be
Over you for real
Until I do
I'll keep writing songs about you
I've got a stack of papers so high
And it's all about you baby
Keep thinking maybe I
Can make sense of something crazy
Something I can't get out of my head
I write your name, I write your name
Then I tear it all to shreds
I can't wait for the day I stop pretending
That I'm really ok when I'm not
I want to know how it feels to be
Over you for real
Until I do
I'll keep writing songs about you
And if you ever change your mind
And want me back again
I hope these songs will remind me
Why I shouldn't let you in
I can't wait for the day I stop pretending
That I'm really ok cause I'm not
I want to know how it feels to be
Over you for real
Until I do
I'll just wait for the day
I stop pretending
That I'm really ok when I'm not
I wanna know how it feels to be over you for real
Till I do,
I'll keep writing songs about you
Why did you have to look so good?
Don't you know that I'm trying to hate you
Trying to have a dream without you in it
But how can I put out this fire
When you're the one who lit it
I can't wait for the day I stop pretending
That I'm really ok when I'm not
I want to know how it feels to be
Over you for real
Until I do
I'll keep writing songs about you
I've got a stack of papers so high
And it's all about you baby
Keep thinking maybe I
Can make sense of something crazy
Something I can't get out of my head
I write your name, I write your name
Then I tear it all to shreds
I can't wait for the day I stop pretending
That I'm really ok when I'm not
I want to know how it feels to be
Over you for real
Until I do
I'll keep writing songs about you
And if you ever change your mind
And want me back again
I hope these songs will remind me
Why I shouldn't let you in
I can't wait for the day I stop pretending
That I'm really ok cause I'm not
I want to know how it feels to be
Over you for real
Until I do
I'll just wait for the day
I stop pretending
That I'm really ok when I'm not
I wanna know how it feels to be over you for real
Till I do,
I'll keep writing songs about you
Langganan:
Postingan (Atom)